Sunday 20 March 2016

Pengaruh jejaring sosial terhadap perilaku remaja

Definisi Jejaring Sosial:
adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul-simpul(yang umumnya adalah individu atau organisasi)yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik seperti nilaivisiideteman,keturunan, dll.

Definisi Remaja:
Kata remaja berasal dari kata bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah ini mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja menunjukan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Masa remaja merupakan masa transisi sebab pada saat itu, seseorang telah meninggalkan masa kanak-kanak namun ia juga belum memasuki masa dewasa.

Macam-macam jejaring Sosial:

Manfaat jejaring sosial:
Di era modern, manusia dipermudah dalam melakukan berbagai hal. Salah satu kemudahan yang diciptakan adalah berinteraksi melalui internet. Semakin berkembangnya internet memunculkan pola interaksi dapat dilakukan tanpa harus berada dalam ruang dan waktu yang bersamaan. Menurut Anthony Giddens, dengan adanya modernitas hubungan ruang dan waktu terputus yang kemudian ruang perlahan-lahan terpisah dari tempat. [2. Ritzer, George Ritzer dan J.Gooman, Douglas. Teori Sosiologi Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern . Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008. Hlm. 617] Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa manusia menciptakan interaksi baru tanpa harus bertemu secara fisik, yang salah satunya dilakukan melalui internet khususnya media sosial.
Dalam kajian sosiologi, maraknya media sosial erat hubungannya dengan bagaimana kita bersosialisasi, berteman, berinteraksi. Dengan munculnya kedua media sosial tersebut kita mampu berkomunikasi satu sama lain, dalam ilmu sosiologi hal tersebut dinamakan bentuk komunikasi langsung. Komunikasi langsung dapat diartikan sebagai salah satu cara berinteraksi antara seseorang dengan orang lain secara langsung, baik melalui chat maupun melalui pesan.
Begitu pula dengan media sosial Facebook dimana kita juga bisa membuat sebuah grup, dalam konteks ini mengenai hubungannya dengan sosiologi, dengan fitur grup di Facebook, kita mampu membuat grup yang mampu berbagi mengenai ilmu-ilmu sosiologi ataupun bisa untuk memecahkan masalah yang sedang terjadi di masyarakat, karena didalam ilmu sosiologi, salah satu yang diajarkan adalah memecahkan masalah yang sedang terjadi di masyarakat, dan tentunya kita tahu bahwa obyek dalam ilmu sosiologi itu adalah masyarakat.
Jadi hubungan media sosial dengan ilmu sosiologi sangat erat. Dengan kedua media sosial tersebut kita mampu berinteraksi, dan berkomunikasi satu sama lain, bukan hanya itu kita juga bisa mendapatkan teman baru dan kita juga bisa saling sharing atau berbagi ilmu dan juga bisa memecahkan masalah yang sedang dihadapi di masyarakat. Apabila kita menyalahgunakan media sosial tersebut, kita akan membuat masalah bukan menyelesaikan masalah.

Pendapat Tentang pengaruh jejaring sosial terhadap remaja:
Kata remaja berasal dari kata bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah ini mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja menunjukan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Masa remaja merupakan masa transisi sebab pada saat itu, seseorang telah meninggalkan masa kanak-kanak namun ia juga belum memasuki masa dewasa.
Kaum remaja saat ini sangat ketergantungan terhadap media sosial. Mereka begitu identik dengansmartphone yang hampir 24 jam berada di tangan dan sangat sibuk berselancar di dunia online yang seakan tidak pernah berhenti. Melihat hal ini, Sekolah Tinggi Sandi Negara (STSN) bersama Yahoo! melakukan riset mengenai penggunaan internet di kalangan remaja. Hasilnya menunjukkan, kalangan remaja usia 15-19 tahun mendominasi pengguna internet di Indonesia sebanyak 64%.
Penggunaan media sosial di kalangan remaja ini juga menimbulkan pro dan kontra. Penggunaan media sosial seringkali mengganggu proses belajar remaja, sebagai contoh ketika sedang belajar lalu adanotification chatting dari teman yang akhirnya dapat mengganggu proses belajar, dan kebiasaan seorang remaja yang berkicau berkali-kali di Twitter yang terkadang hanya untuk mengeluhkan betapa sulit pelajaran yang sedang dia kerjakan.
Tidak berhenti sampai di situ saja. Yang lebih parah ada beberapa kasus seorang remaja yang dilaporkan hilang oleh orangtuanya yang ternyata kabur dengan teman yang baru dikenalnya di Facebook. Lalu apa yang menyebabkan seorang remaja begitu aktif di jejaring sosial? Dalam sebuah penelitian dinyatakan, media sosial berhubungan dengan kepribadian introvert. [3. Setyastuti, Yuanita. 2012. Aprehensi Komunikasi Berdasarkan Konteks Komunikasi dan Tipe Kepribadian Ekstrovert – Introvert . Jurnal Komunikator. Volume 4, Nomor 2, Bulan November 2012] Semakin introvert seseorang maka dia akan semakin aktif di media sosial sebagai pelampiasan. Peran orangtua sangat dibutuhkan sebagai pengawas dan juga sosok yang memahami anak. Keluarga harus dapat memberikan fungsi afektif agar seorang anak mendapatkan perhatian yang cukup.
Di kota besar seperti Jakarta, seringkali para remaja mengalami kekosongan karena kebutuhan akan bimbingan orangtua tidak ada atau kurang. Hal ini disebabkan karena keluarga mengalami disorganisasi. Pada keluarga yang secara ekonomis kurang mampu, hal tersebut disebabkan karena orang tua harus mencari nafkah, sehingga tidak ada waktu sama sekali untuk memperhatikan dan mengasuh anak-anaknya. Sedangkan pada keluarga yang mampu, persoalannya adalah karena orang tua terlalu sibuk dengan urusan-urusan di luar rumah dalam rangka mengembangkan prestise. [4. Soekanto, Soerjono.Sosiologi suatu pengantar . Jakarta: PT. Raja Grafindo Pustaka, 1990. 371]
Kalangan remaja yang menjadi hiperaktif di media sosial ini juga sering memposting kegiatan sehari-hari mereka yang seakan menggambarkan gaya hidup mereka yang mencoba mengikuti perkembangan jaman, sehingga mereka dianggap lebih populer di lingkungannya.
Contohnya saja di Twitter, para remaja menampilkan diri melalui mengunggah avatar yang paling bagus dilihat, memposting tweet dan retweet sebanyak-banyaknya dengan tujuan memperlihatkan eksistensinya di dunia maya, mereka berusaha memperlihatkan eksistensi dirinya serta membangun citra sebaik mungkin. Para remaja juga berusaha memperlihatkan citra positif di Twitter. Begitupun halnya dengan Facebook, para remaja memposting foto-fotonya yang sedang bersenang-senang dengan teman-temannya dan seolah memperlihatkan betapa bahagia dirinya. Dengan demikian, dapat dikatakan individu menjadikan media sosial sebagai media presentasi diri.
Namun apa yang mereka posting di media sosial tidak selalu menggambarkan keadaan social life mereka yang sebenarnya. Ketika para remaja tersebut memposting sisi hidup nya yang penuh kesenangan, tidak jarang kenyataannya dalam hidupnya mereka merasa kesepian. Manusia sebagai aktor yang kreatif mampu menciptakan berbagai hal, salah satunya adalah ruang interaksi dunia maya. Setiap individu mampu menampilkan karakter diri yang berbeda ketika berada di dunia maya dengan dunia nyata. Hal ini dalam sosiologi disebut dengan istilah dramaturgi atau presentasi diri (The Presentation of Self ) untuk menjelaskan bagaimana seseorang menampilkan diri pada lingkungan atau panggung tertentu. [5.Rachmah, Amy Julia. 2012. Pemanfaatan Situs Jejaring Sosial Sebagai Media Pembelajaran. EJPTI (Jurnal Elektronik Pendidikan Teknik Informatika) Volume 1, Nomor 3, Bulan November 2012]

The Presentation of Self by Erving Goffman
The Presentation of Self by Erving Goffman

Teori dramaturgi dipopulerkan oleh Erving Goffman yang pada intinya untuk memahami perilaku manusia dalam kehidupan sosial seperti sebuah pertunjukan drama. Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain.
Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Setiap individu adalah aktor yang berusaha membuat pertunjukan dramanya sendiri. Dalam mencapai tujuannya, para remaja berusaha mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Aktor juga harus memperhitungkan setting, kostum, penggunaan kata dan lainnya untuk meninggalkan kesan baik pada lawan interaksi dan memudahkan jalan untuk mencapai tujuan yang oleh Goffman disebut manajemen daya tarik (impression management). [6.Goffman, ErvingThe Presentation of Self in Everyday Life . Doubleday Anchor, Garden City, New York, 1959.]
Goffman juga melihat perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (front stage ) dan di belakang panggung (back stage). Front stage adalah ketika adanya penonton yang melihat kita dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton simpatik. Sedangkan back stage adalah keadaan di mana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi tidak ada penonton, sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa memperdulikan peran yang harus kita bawakan. Apabila bisa dilakukan dengan baik, penonton akan termanipulasi dan melihat aktor sesuai sudut yang ingin ditampilkan oleh aktor tersebut.
Contoh konkrit dalam media sosial adalah ketika seorang remaja memperkenalkan diri melalui Facebook. Akun Fcebook tersebut sengaja dibuat agar mempunyai citra yang baik untuk mewakili peran yang akan dimainkan oleh si pemilik. Begitu pula saat mereka memposting status, komentar, dan foto. Mereka sengaja membangun sebuah image yang baik, yang ingin diperlihatkan pada teman-temannya. Apa yang mereka perlihatkan di akun Facebook adalah sebuah front stage dari diri seorang remaja, dan teman-teman mereka di Facebook adalah penontonnya. Para remaja akan membuat segala macam cara untuk mempertahankan eksistensi diri mereka dalam lingkungannya. Mereka akan merasakan kebahagiaan tersendiri ketika orang lain dapat melihat image diri yang mereka bangun di akun Facebook-nya dan akan lebih bahagia lagi ketika ada temannya yang merasa iri dengan image yang mereka perankan.
Namun segalanya berubah ketika kita melihat para remaja tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Panggung tempat mereka bermain adalah panggung back stage, tidak ada penonton dari teman-teman nya di media sosial, mereka menampilkan peran yang berbeda dengan apa yang mereka bangun di panggung front stage .
Sehingga tidak mengherankan jika suatu saat kita bertemu dengan seseorang yang berbeda jauh ketika berada di Twitter dengan ketika berada di realitas nyata. Contohnya, seseorang yang kita lihat sangat humoris dan banyak berbicara di dunia maya, tetapi ketika berinteraksi dalam kehidupan nyata ternyata ia adalah sosok yang pemalu dan pendiam. Namun biasanya yang dapat melihat peran back stageseseorang adalah keluarganya, karena keluarga tentu sudah tahu sifat asli dari remaja tersebut. Mereka tidak perlu membangun suatu panggung ketika berinteraksi dengan keluarga nya sendiri.
Para penonton remaja yang sedang berakting di front stage seringkali tertipu dan tidak dapat lagi membedakan apakah kehidupan serta image seorang remaja yang mereka lihat di sebuah media sosial adalah diri mereka yang sebenarnya atau yang palsu. Di tengah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, realitas telah hilang dan menguap. Kini kita hidup di zaman simulasi, di mana realitas tidak hanya diceritakan, dipresentasikan, dan disebarluaskan namun juga dapat direkayasa, dibuat dan disimulasi. Baudrillard memandang era simulasi dan hiper-realitas sebagai bagian dari rangkaian fase citraan yang berturut-turut.
Baudrillard menyatakan bahwa kita terbiasa hidup dalam cermin fantasi, dalam diri yang terbagi dan dalam alienasi. Saat ini kita hidup dalam fantasi sebuah layar, dan jaringan. Seluruh mesin kita adalah layar-layar. Kita pun akan menjadi layar dan interaksi manusia akan berubah menjadi interaksi pada layar. Kita dalah citra bagi satu sama lain, dimana satu-satunya takdir bagi sebuah mahluk citra adalah menjadi pengikut citra dalam layar.
Pernyataan Baudrillard bahwa “saat ini kita hidup dalam fantasi sebuah layar, dari sebuah antarmuka, dalam persentuhan dan jaringan,” sesuai dengan kenyataan bahwa manusia di masa kini yang terkoneksi antara satu dengan yang lain melalui penggunaak smartphone maupun tablet meningkatkan kemudahan manusia untuk terhubung pada manusia lain melalui jaringan internet dan tentunya layar.
Manusia akhirnya menjadi teralienasi dengan lingkungan sosial dengan lingkungan sekitar mereka, karena mereka sibuk dengan gadget masing-masing. Mereka terjebak dalam pencitraan di dunia virtual, baik dalam menciptakan citranya sendiri maupun dalam memandang manusia lain. Ini pun sesuai dengan pernyataan Baudrillard, “kita terbiasa hidup dalam cermin fantasi, dalam diri yang terbagi dan dalam alienasi.”
Manusia saat ini terhubung dengan berbagai aplikasi media sosial yang membantu mereka untuk terhubung dengan manusia lain yang bisa berjarak ribuan mil melalui layar dan jaringan. Namun pada saat yang sama membuat jarak dengan mereka yang dekat dan mengalienasi mereka dengan lingkungan sosialnya. Manusia pun terjebak menjadi mahluk citra, baik dalam artian secara harfiah maupun secara kiasan.
Dampak Negatif & Positif jejaring sosial:
DAMPAK POSITIFDAMPAK NEGATIF
Tempat promosi yang baik dan murahMengganggu kegiatan belajar remaja
Dampak memperluas jaringan pertemananBahaya kejahatan
Media komunikasi yang mudahBahaya penipuan
Tempat mencari informasi yang bermanfaatTidak semua pengguna media sosial bersifat sopan
Tempat berbagi foto, informasi, dll.Mengganggu kehidupan dan komunikasi keluarga
Upaya Mengatasi bahaya jejaring sosial:
Oleh sebab itu diperlukan langkah yang tepat sebagai upaya preventif dalam mencegah para generasi muda untuk tidak lebih terjerumus lagi ke dalam hal-hal negatif yang ditimbulkan oleh jejaring sosial. semua pihak baik orang tua, masyarakat, bahkan pemerintah sekalipun harus campur tangan dalam menangani permasalahn yang krusial ini. Pertama, orang tua sebaiknya mengawasi anak-anak dari pengaruh negatif jejaring sosial serta. melihat bagaimana perkembangan anak setelah mulai menggunakan jejaring sosial. Kedua, memahami serta memanfaatkan jejaring sosial dalam berorganisasi seperti yang dilakukan oleh HMJ-BSI UNIMED yang memanfaatkan jejaring sosial dalam memposting setiap kegiatan kreatif yang mereka buat, sehingga kegiatan tersebut tidak hanya diketahui oleh mahasiswa jurusan tersebut, melainkan seluruh akademia yang ada di seluruh Indonesia. Sehingga dengan memahami betul manfaat jejaring sosial kita bisa diajari untuk berorganisasi, membentuk jaringan (networking), serta team work. Ketiga, pemerintah juga harus turun tangan dalam hal ini. Pemerintah khusunya Kemeninfo harus memblokir konten-konten kejahatan internet (cybercrime) yang memanfaatkan jejaring sosial sebagai media penyebaran sehingga pengaruh negatif tersebut bisa semakin diminimalisir dan tidak mempengaruhi lagi psikologis anak. Yang terakhir adalah pemerintah,sekolah, universitas atapun lembaga terkait mengadakan pelatihan tertentu untuk membuat industri kreatif berbasis teknologi yang memanfaatkan jejaring sosial. sehingga dengan training ini para generasi muda bisa mengembangkan kreativitas mereka untuk bisa lebih berinovasi untuk mengasilkan produk. 

Kesimpulan:
Jadi kesimpulanya jejaring sosial manfaatnya sangat banyak kita dapat membuat orang jauh menjadi lebih dekat , kita dapat mengetahui hal hal baru lewat jejaring sosial juga jejaring sosial dapat mempermudah hubungan kita dengan siapa pun.

Saran:
dengan adanya jejaring sosial mari kita sama-sama gunakan jejaring sosial itu untu hal-hal positif dan menghindari dampak negatif dari penggunaan jejaring sosial.



No comments:

Post a Comment